“Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu” -Gus Dur-
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dilahirkan dari rahim NU, secara hubungan timbal balik tidak dapat dipisahkan di antara keduanya. PKB dilahirkan atas inisiatif warga NU demi tersalurkannya aspirasi Nahdliyyin-sebutan warga NU yang selama Orde Baru (Orba) mengalami tekanan, sehingga tidak mampu berekspresi secara maksimal.
Sejarah mencatat bahwa ruh PKB adalah warga Nahdliyyin atau dikenal dari kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU), hal ini mengingat bahwa deklarator PKB tidak lain adalah kyai dari kalangan NU itu sendiri. Mereka terdiri dari KH. Munasir Ali, KH. Ilyas Ruchiyat, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. A. Musthofa Bisri, KH. A. Muchit Muzadi.
Dapat dikatakan, terdapat kesamaan Platform antara NU dan PKB. NU yang awalnya di motori oleh KH> Hasyim Asy'ari dan KH. Abdullah Wahab Hasbullah, pada prinsipnya lahir atas sebuah semangat gerakan Islam Moderat, semangat kedamaian dan mampu bersinergi dengan budaya dan tradisi lokal. Yang demikian itu dapat diterjemahkan secara sisi gerakan perjuangan yang dilakukan oleh NU adalah menjadikan Islam Rahmatan Lil 'Alamin, Islam sebagai rahmat bagi semua makhluk di muka bumi. Sementara PKB dilahirkan dengan Platform bukan sebagai partai Islam, melainkan partai inklusif kebangsaan yang bersendikan atas nilai-nilai dan ajaran NU dengan karakteristik yang sangat nasionalis.
Platform politik itu ditegaskan dalam Mabda' Siyasi PKB, antara lain berbunyi; bagi PKB, wujd dari bangsa yang dicitakan itu adalah masyarakat yang terjamin hal asasi kemanusiaannya, mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan bersumber pada hati nurani (as-shidiqu), dapat dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi (al-amanah wa al-wafa-u bi al-abdli), bersikap dan bertindak adil dalam segala situasi (al-'adalah), tolong menolong, dalam kebajkan (al-ta'awun), dan konsisten menjalankan ketentuan yang telah diseakati bersama (al-istiqoma), musyawarah dalam menyelesaikan persoalan sosial (al-syura), yang menempatkan demokrasi sebagai pilar utamanya dan persamaan kedudukan setiap warga negara di depan hukum (al-musawa) adalah sekumpulan prinsip-prinsip dasar yang harus selalu ditegakkan.
PKB menyadari arti pentingnya keseragaman serta mengakomodir kepentingan semua pihak, tanpa harus membeda-bedakan suku, ras, agama, sehingga PKB beranggapan bahwa ke-Indonesia-an yang mengacu pada landasan Pancasila, denganpenjiwaan hubungan tali persaudaraan antar sesama yang terikat dengan ikatan keagamaan (ukhuwah diniyah), kebangsaan (ukhuwah wathaniyah), dan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) dengan senantiasa menjunjung tinggi semangat akomodatif, kooperatif dan integratif, tanpa saling mempertentangkan antara satu dengan yang lainnya. Sikap politik PKB tersebut sejalan dengan NU yang menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam Muktamar XXVII di Situbondo pada tahun 1984.
Bagi kalangan kader-kader NU dan PKB menjadi tidak penting untuk mempertentangkan adanya perbedaan yang terjadi antara NU dengan PKB, mengingat pada kenyataannya keduanya memiliki semangat perjuangan yang sama. Adalah individu dari keduanya yang mungkinsaja memiliki perbedaan pandangan yang tentunya dapat diselesaikan secara musyawarah dilandasi atas keinginan tulus untuk kebaikan bersama.
Duet NU-PKB sedikit banyak menguntungkan kedua belah pihak. Di satu sisi PKB mempunyai tanggung jawab moral untuk membela hak-hak mereka. Di sisi lain NU sendiri dapat menyampaikan aspirasi secara leluasa dan terbuka. Hubungan NU-PKB setidaknya dapat dilihat dari tiga hal diantaranya pertama, relasi pada aras teologi-ideologi. Baik NU maupun PKB mempunyai landasan teologis yang sama, yaitu paradigma Ahlussunnah wal jama'ah (Aswaja). salah sati ciri paradigma itu adalah keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara langit dan bumi, antara masa lalu dan masa kini. Selain itu, teologi Aswaja menjunjung tinggi sikap moderat toleransi, dan kemaslahatan umat. PKB sesungguhnya telah melakukan peran-peran untuk melestarikan eksistensi Aswaja melalui Majlis Silaturrahmi Ulama Rakyat, yang dikenal dengan pengajian bersama Kyai Kampung. kedua, relasi pada aras kultural. NU sejak muktamar 1984 di Situbondo sudah menegaskan tentang kembali ke khittah 1926. Sikap seperti itu harus dijaga dan dihargai. Namun, disisi lain, silaturahmi pada ranah kultural tidak bisa dihindari, bahkan harus diutamakan. sebab, sebagaimana dijelaskan tadi, NU dan PKB mempunyai basis teologi yang sama, yaitu Aswaja. NU melestarikan Aswaja melalui ranah-ranah kultural, sedangkan PKB menerjemahkannya pada ranah politik. disini dibutuhkan kepekaan kader-kader PKB untuk mempunyai inisiatif, terutama dalam rangka menjadika Aswaja sebagai bagian terpenting dalam proses perubahan Bangsa ini. Dalam Munas Alim Ulama di Surabaya, PBNU mengeluarkan keputusan bahwa NKRI dan Pancasila bersifat final bagi bangsa ini, karena dipandang mampu menjaga keutuhan bangsa. Dalam hal ini, PKB harus terus mengartikulasikan keputusan-keputusan tersebut dalam ranah politik praktis. sebab, dalam realitasnya, kelompok-kelompok yang selama ini ingin merongrong Pancasila dan NKRI mulai merasuki kantong-kantong Nahdliyyin, seperti dengan cara merebut masjid, mengganti ritual, dan mengharamkan tradisi keagamaan NU. PKB harus mendukung sepenuhnya keputusan PBNU tersebut. Komitmen NU terhadap kebangsaan merupakan sebuah capaian fantastik yang turut memperkukuh bangsa ini. sejak muktamar NU pada 1935 hingga Munas Alim Ulama yang paling mutakhir, NU sama sekali tidak tergiur dengan pendapat-pendapat yang ingin menegakkan khilafah dan negara Islam.
ketiga, relasi dalam aras kebijakan publik. relasi terakhir ini merupakan jantung dan ruh dari perjangan PKB. Sebagai sebuah partai, PKB akan betul-betul dirasakan hadir di tengah-tengah publik bilamana mampu meletakkan keberpihakannya pada masyarakat level paling bawah. Bila berbicara tentang masyarakat yang paling bawah, tidak lain mereka adalah warga nahdliyyin. Akhirnya, NU dan PKB sama-sama memiliki garis perjuangan demi tegaknya Islam dan Politik Rahmatan Lil 'Alamin, Islam dan Politik yang mampu memberikan rahmat bagi semua makhluk di muka bumi ini.
Jika warga NU semuanya sadar untuk bersatu kembali ke rumahnya yang telah dibangun dengan susah payah, niscaya rumah tersebut menjadi rumah yang terbesar diantara rumah-rumah yang lain
Tetapi sangat disayangkan, sampai sekarang ini warga NU masih banyak berceceran tinggal di rumah-rumah orang lain. Jika warga NU tidak segera merapatkan barisan kembali ke rumahnya, maka sampai kapanpun NU selalu menjadi ma’mum.
Maka dengan kondisi seperti inilah saya terdorong untuk menyampaikan kepada warga NU khususnya dan ummat islam umumnya, sekelumit pemikiran dalam bentuk tulisan sesuai dengan keterbatasan saya untuk menjelaskan kewajiban sebagai warga NU dan warga-warga lainnya harus bagaimana dan harus kemana dalam menyalurkan aspirasi politik mereka.
Tulisan ini pernah saya sebarkan kepada kawan-kawan saya sesudah Pemilu 2004. Mereka memberi tanggapan positif tetapi disertai dengan penyesalan-penyesalan dalam bentuk pernyataan : “Saya menyayangkan sekali dengan tulisan ini, kenapa terlambat? Padahal kalau saja tulisan ini disebarkan sebelum Pemilu, maka sangat tepat.”
Maka semenjak itulah tulisan ini saya beri judul “BELUM TERLAMBAT SEBELUM KIAMAT”. Artinya masih banyak Pemilu-Pemilu yang akan datang.
PARTAI POLITIK DAPAT DIJADIKAN JEMBATAN UNTUK MENEGAKKAN SYIAR ISLAM
Mengapa warga NU tidak kompak untuk mendukung PKB ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa pendapat dari sebagian warga NU :
Kekompakan warga NU untuk mendukung PKB itu tidak penting, yang sangat penting adalah bagaimana caranya untuk mendapatkan uang, jabatan dan sebangsanya. Sehingga jika mereka di PKB akan mudah lompat pindah ke partai politik lain apabila tercopot dari jabatannya di PKB atau tidak terpilih dalam pencalonan kepengurusan di PKB.
Partai politik itu ursan dunia bukan urusan agama. Oleh karena itu agama jangan dicampur adukkan dengan partai politik dan agama jangan sekali-kali dijadikan modal untuk kepentingan partai politik.
Karena PKB tidak berasaskan Islam maka tidak perlu dipilih, yang perlu dipilih adalah partai politik yang berasaskan Islam.
Ragu akan PKB. Benarkah PKB itu masih diakui sebagai partai politik yang dilahirkan oleh PBNU?? Karena PKB muncul ketika Gus Dur menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, sedangkan sekarang sudah diganti oleh orang lain (pengurus baru)
Anggapan bahwa berpartai politik itu bebas, tidak harus mendukung satu partai politik tertentu. Karena kita adalah Negara demokrasi, lagi pula surga itu tidak diperuntukkan hanya khusus untuk warga partai politik tertentu. Surga itu adalah tempat orang-orang yang taqwa, oleh karena itu silahkan pilih partai politik apa saja yang penting taqwa. Apalagi setelah NU khitthah, warga NU sangat-sangat bebas dalam berpolitik.
Untuk menanggapi pendapat-pendapat tersebut, penulis dengan kerendahan hati menjawab:
Mari kita do’akan semoga mereka mendapat hidayah Allah SWT, sehingga mereka sadar dan mau merubah tujuannya yang semula hanya karena uang dan jabatan, menjadi tujuan yang tulus dan ikhlas semata-mata untuk berjuang menegakkan syi’ar agama Islam dengan melalui partai politik yaitu PKB. Karena hanya PKB-lah satu-satunya partai yang dilahirkan oleh NU untuk meraih kemenangan dalam Pemilu. Sehingga PKB dapat mewarnai system pemerintahan kita dengan lebih baik. Amiin.
Memang berpartai politik itu urusan dunia, tetapi kalau tujuannya baik kenapa tidak jadi urusan akhirat? Simaklah sabda Nabi Muhammad SAW : “Berapa banyak perbuatan yang betuknya perbuatan dunia dengan niat yang baik menjadi perbuatan akhirat. Dan berapa banyak perbuatan yang bentuknya perbuatan akhirat kemudian menjadi perbuatan dunia sebab niat yang jelek”. Oleh karena itu, luruskan niat kita dengan niat yang baik sehingga setiap langkag dan gerakan kita dicatat sebagai amal shalih tidak sia-sia. Bahkan kemenangan agama dengan perjuangan melalui jalur partai politik akan besar manfaatnya dibandingkan kemenangan agama dengan melalui jalur lain, tetapi perlu diingat bahwa bahayanya akan jauh lebih besar jika kalah. Sejarah telah mengingatkan kepada kita dua Negara besar yaitu Rusia dan Spanyol. Islam pada waktu itu sangat maju dan pesat luar biasa sehingga bermunculan ulama-ulama besar disana seperti Imam Bukhari, Imam Muslim dan imam-imam lainnya dari Rusia. Sedangkan dari Spanyol yang dulu dikenal dengan nama Andalusia lahir Imam Ibnu Malik pengarang kitab Al-Fiyah dan ulama-ulama besar lainnya. Tetapi karena ummat Islam disana lengah dalam politiknya sehingga system pemerintahannya dapat direbut dan dikuasai oleh oaring-orang kafir, maka dalam kurun waktu relative singkat, ummat Islam dikikis habis dengan mudah. Semenjak itulah Rusia menjadi Negara komunis (Anti Tuhan/Atheis) dan Spanyol menjadi Negara Kristen sampai sekarang. Apakah anda rela Negara kita tercinta ini akan dijadikan korban seperti dua negara tersebut ???? Jika warga NU khususnya tidak segera merapatkan barisan, tetap; pada pendiriannya masing-masing dan tetap menjadikan uang dan jabatan sebagai tujuan utamanya, maka berarti rela untuk kehancuran Islam di Indonesia dan rela membiarkan generasi muda sebagai penerus bangsa menjadi korban narkoba yang merajalela yang sampai saat ini pemerintah belum mampu bertindak dengan tegas dan tuntas. Jadi, kalau masih terdengar ada kata-kata bahwa partai politik jangan dicapur adukkan dengan agama, lebih-lebih agama jangan dijadikan modal untuk kepentingan partai politik, perkataan seperti itu jelas keluar dari mulut orang-orang yang sengaja mau menghancurkan Islam. Karena partai politik yang sehat pasti diatur oleh agama, sehingga agama benar-benar menjadi dasar utama bagi partai politik tersebut. Sebaliknya partai politik, pejabat, pemuda, golongan dan Negara manapun jika lepas dari agama pasti akan terjadi hokum rimba, hokum sewenang-wenang, siapa yang paling kuat pasti akan menindas kepada yang lemah dan seterusnya. PBNU sengaja mendirikan PKB dengan asas Pancasila bukan dengan asas Islam, karena namanya partai politik itu akan di adu dengan partai politik lain sedangkan apa saja jika di adu pasti ada yang menang ada yang kalah. Sehingga apabila PKB kalah, maka yang kalah hanya PKB-nya saja, Islamnya tidak ikut kalah karena Islam tidak jadi asas PKB. Tetapi jika Islam dijadikan asas PKB, PKB-nya kalah maka Islamnyapun ikut kalah. Adapun seumpama PKB menang, bagi PBNU tidak sulit untuk mengganti asas PKB dengan asas Islam (jika dianggap perlu)
Seluruh peraturan dan perundang-undangan yang sudah dibakukan dan mempunyai jaminan hukum sampai kapanpun akan tetap berlaku sekalipun kepengurusannya sudah digantikan oleh pengurus baru, terkecuali apabila terjadi kesepakatan dari organisasi NU melalui muktamar bahwa keputusan tersebut diamandemenkan. Selama PKB belum diamandemenkan, selama itu pula PKB menjadi partai politik yang sah. Adapun partai-partai Islam lainnya yang muncul dari warga NU, tidak disebut partai politik NU karena bukan dilahirkan dari organisasi NU,akan tetapi muncul dari pribadi-pribadi orang NU yang sengaja memperlebar pintu perpecahan dikalangan warga NU.
Warga NU yang masih beranggapan bahwa warga NU bebas dalam berpartai politik dengan alasan kita hidup di negara demokrasi atau beralasan bahwa surga itu bukan milik sebuah partai akan tetapi surga adalah tempat orang-orang yang taqwa.
Memang taqwa itu penting dan sangat penting, tetapi kekompakkan dan kebersatuan dalam mengikuti satu partai politik khususnya PKB sebagai wadah seluruh warga NU dalam menyampaikan aspirasinya untuk merebut kemenangan demi membela syi’ar aga Islam itu juga tidak kalah pentingnya. Karena kokoh dan majunya agama harus dengan kemenangan, dan kemenangan tidak akan tercapai tanpa dengan kekompakkan dan kebersatuan.
Jika masih ada warga NU yang tetap ngengkel dank eras kepala dalam pendiriannya bahwa berpartai politik itu bebas, maka sampai qiamat pun NU menjadi ma’mum. Danketahuilah bahwa orang-orang yang mempunyai pemahaman-pemahaman seperti itu adalah orang-orang yang telah dicekoki dengan sisa-sisa ajaran colonial Belanda (Van der Flash) agar ummat Islam jangan ikut campur dalam pemerintahan dan jangan menghimpun kekuatan dengan kekompakkan dan kebersatuan dalam satu partai politik. Van der Flash dan antek-anteknya menghendaki ummat Islam cukup diatur, ditindas dan bila perlu dibunuh.
Siapakah antek-antek dan anak cucu Van der Flash?? Orang-orang yang sudah dicekoki dengan ajarannya sebagaimana tersebut diatas dan merasa senang dengan banyak perpecahan dikalangan ummat Islam. Mereka sangat takut jika melihat ummat Islam/warga NU bersatu, mereka berusaha sekuat tenaga menggunakan segala macam cara melalui terobosan-terobosan keluar dan kedalam yang intinya ummat Islam/warga NU berantakan. Habis uang berapa milyarpun tidak masalah, kecil bagi mereka. Jika ummat Islam/warga NU tidak segera bangkit merapatkan barisannya, maka siap-siaplah, untuk selamanya menjadi maf’ul dan jangan berharap menjadi fa’il.
Pengertian demokrasi bagi bangsa dan negara bukan berarti bebas dalam melaksanakan segala aktifitas kehidupan, berbangsa, beragama dan bernegara tanpa batasan-batasan. Kebebasan itu selama tidak melanggar undang-undang, baik undang-undang negara atau Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Maka sangat-sangat keliru dan jelas-jelas salah jika orang mengartikan demokrasi itu dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya, ada peraturan tidak ada peraturan, ada larangan tidak ada larangan tetap bebas karena kita mempunyai hak asasi. Pemikiran-pemikiran semacam ini sama dengan pemikiran-pemikiran Van der Flash. Yang demikian itu jelas tidak dikehendaki oleh pemerintah kita dan jelas bertentangan dengan ajaran agama.
Perhatikan sabda Nabi SAW berikut ini :
“Apa-apa yang Aku larang kepadamu, maka jauhilah. Dan apa-apa yang Aku perintahkan kepadamu, maka kerjakanlah sekemampuan kamu” (HR. Bukhori Muslim)
Fahamilah firman Allah SWT, dibawah ini :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan para pemimpin dari golongan kamu” (QS. An-Nisa : 59)
Tersebut dalam tafsir Al-Bahrul Muhith jilid 3 halaman 290 dan tafsir Al-Khoozin jilid 1 halaman 550-551, bahwa kalimat “Para Pemimpin” dalam firman Allah SWT tersebut diatas mencakup beberapa penafsiran, antara lain :
Ahli Fiqh dan Ulama ; menurut Ibnu Abbas dan Jabir
Pemerintah dan Penguasa ; menurut Abu Hurairah
Raja ; menurut Ali bin Abi Thalib
Pimpinan Perang ; menurut Ibnu Abbas dalam riwayat lain
Abu Bakar dan Umar ; dimasa hidupnya
Sahabat Muhajirin Anshor dan pengikutnya ; menurut Atha
Pimpinan Organisasi Islam untuk membawa pengikutnya dalam kebaikan ; menurut Azzajjad
Suami bagi Isterinya ; menurut pendapat Ulama
Tuan bagi sahayanya
Kedua Orang tua bagi anaknya
Orang yang mendapat wasiat untuk mengurus anak yatim
Dengan beberapa penafsiran diatas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa bagi bangsa yang bernegara wajib taat kepada pimpinan negaranya (2), dan bagi warga yang berorganisasi wajib taat kepada pemimpinnya (7).
Dan yang dimaksud wajib taat kepada “Ulil amri dari golongan kamu” adalah tergantung dari golongan (organisasi) manakah mereka itu.
Jika mereka merasa menjadi :
WARGA NU, maka wajib taat kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sedangkan PBNU sudah mendirikan PKB, berarti seluruh warga NU WAJIB DAN FARDLU ‘AIN untuk mendukung PKB. Kalau tidak berarti KHIANAT.
WARGA MUHAMMADIYAH, maka wajib dan taat kepada Pengurus Pusat Muhammadiyah. Sedangkan Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah mendirikan PAN, berarti seluruh warga Muhammadiyah WAJIB dan FARDLU ‘AIN untuk mendukung PAN. Kalau tidak berarti KHIANAT.
WARGA PERSIS, maka wajib taat kepada Pengurus Pusat Persis. Sedangkat Pengurus Pusat Persis sudah mendirikan PBB, berarti seluruh warga Persis WAJIB dan FARDLU ‘AIN untuk mendukung PBB. Kalau tidak berarti KHIANAT.
QS. An-Nisa ayat 59 tersebut berlaku untuk umum tidak pandang bulu, berlaku untuk kyai, ustadz,pejabat, tokoh masyarakat dan masyarakat pada umumnya selagi mereka masih mengakui dirinya sebagai warga NU atau warga Muhammadiyah atau Warga Persis, WAJIB dan FARDLU ‘AIN mendukung dan memilih partai politiknya masing-masing. Kalau tidak, mereka berarti KHIANAT. Sekalipun mereka adalah pengurus dari organisasi-organisasi tersebut (Jika tidak mendukung partainya berarti khianat).
Apalagi warga NU yang dengan sengaja mendirikan partai Islam lain yang ganya membingungkan ummat dan memperlebar pintu perpecahan dikalangan warga NU, maka patutlah mereka disebut “gembongnya khianat”. Demikian juga bagi warga Muhammadiyah dan warga Persis yang seperti itu, maka mereka pun sama (patut disebut “gembongnya khianat”).
Dengan pengertian ayat tersebut itu berlaku untuk umum, siapa saja, kapan saja, bahkan berandaikan bagaimanapun masuk dalam pengertian ayat tersebut, maka :
Seandainya Hadratusy Syaikh Kyai Hasim Asy’ari sekarang hidup lagi dan beliau masih tetap merasa bahwa dirinya NU,kemudian tidak dukung PKB. Maka Kyai Hasim Asy’ari KHIANAT terhadap NU.
Seandaninya malaikat Jibril turun ke bumi dan diberinya sifat-sifat manusia oleh Allah SWT sebagaimana malaikat Harut Marut dahulu, lalu malaikat Jibril sowan ke PBNU (KH. Hasyim Muzadi). Beliau berkata kepada Pak Kyai Hasyim : “Pak Kyai! Saya malaikat Jibril”, seketika itu Pak Kyai HAsim kaget dan bertanya kepadanya “Ada perlu apa malaikat?”. Malaikat Jibril menjawab “Saya perlu menyampiakan pernyataan untuk menjadi warga NU”. Pak Kyai Hasyim dengan sangat bangga menerimanya. Eh… ternyata malaikat Jibril tidak dukung PKB, maka malaikat Jibril berarti KHIANAT terhadap NU.
Perbedaan antara NU, Muhammadiyah dan Persis, yaitu ;
NU adalah organisasi kebangkitan para kyai dan ulama untuk melanjutkan perjuangan-perjuangan ulama-ulama terdahulu dan perjuangan Wali Songo dengan mengikuti faham Ahlussunnah wal jama’ah dalam pengamalan syari’at Islam dan menganggap bahwa pengamalan Tahlilan, Marhaba dan Ziarah Qubur termasuk perbuatan yang sangat baik.
MUHAMMADIYAH dan PERSIS menganggap ketiga amalan yang diamalkan oleh NU adalah perbuatan sesat (bid’ah dlalalah) atau dengan kata lain kurang suka terhadap ketiga amalan yang diamalkan oleh warga NU.
PENGERTIAN KHITTAH
Banyak yang mengartikan khittah dengan pengertian bahwa warga NU bebas dalam berpartai dan NU tidak kemana-mana tapi ada dimana-mana. Kata-kata seperti itu sudah kesiangan.
Arti khittah yang sebenarnya yaitu : Keputusan muktamar tahun 1984 di Situbondo Jawa Timur, bahwa NU keluar dari partai politik praktisd, NU kembali sebagaimana NU 1926. setelah keluar dari partai politik dan belum sempat mendirikan partai politik utuk warganya, maka dengan sangat terpaksa warga NU berada dimana-mana, apakah ma uterus ngontrak di rumah orang lain? Sedangkan sekarang sudah punya rumah sendiri. Kalau NU membiarkan warganya kemana-mana, kenapa susah-susah membuat rumah?.
Dahulu ketika partai NU digabung dengan partai-partai politik Islam lainnya yaitu PPP (baca: partai gabungan), ulama NU mewajibkan kepada seluruh warga NU untuk memilih PPP. Kenapa sekarang setelah punya rumah sendiri, malahan lebih suka nebeng di rumah orang lain? Sungguh aneh dan ajaib.
Semoga kita semua senantiasa mendapatkan taueiq dan hidayah dai Allah SWT sehingga warga NU khususnya dan ummat Islam pada umumnya yang masih ada diluar segera merapatkan barisannya untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Mudah-mudahan kita mampu dan kuat dalam melaksanakan Pemilu dengan menyalurkan aspirasi kita yang murni, bukan aspirasi yang terombang-ambing oleh pengeboman-pengeboman uang dari oknum partai-partai tertentu dengan iming-iming lainnya untuk kepentingan sesaat, sehingga jngan terjadi mana diantara ledakan-ledakan bom yang paling dahsyat itulah yang menentukan aspirasi mereka.
Demikianlah kondisi mayoritas bangsa Indonesia p[ada umumnya,mereka belum mampu melaksanakan Pemilu dengan jernih.mereka sebatas mampu menerima uang, sehingga uanglah yang menetukan arah mereka.
Semoga kita menajdi warga yang mampu unruk melaksanakan kewajiban dan sanggup menentukan kesebuah partai politik pilihan dengan penuh keyakinan bahwa partai politik inilah yang WAJIB dan FARDLU ‘AIN didukung oleh kita, sehingga dalam keaqdaan bagaimanapun kita tidak akan bergeser setapakpun walau dari kanan kiri penuh dengan hembusan-hembusan angina topan yang sangat kencang. Amiin.
KESIMPULAN
Siapapun pengurus PKB dan bagaimanapun kondisi para pengurus PKB, Warga NU Wajib dan Fardlu ‘Ain Pilih PKB karena ulil amri warga NU adalah PBNU, sedangkan partai politik yang secara resmi di dirikan oleh PBNU adalah PKB.
Jika Warga NU tidak memilih PKB, berarti khianat kepada PBNU dan maksiat kepada Allah SWT.. Na’udzu billah…
1. Arti Gambar adalah sebagai berikut : • Bumi dan peta Indonesia, bermakna tanah air Indonesia yang merupakan basis perjuangan Partai dalam usahanya untuk mencapai tujuan partai sebagaimana termaktub dalam pasal 7 Anggaran Dasar; • Sembilan bintang bermakna idealisme partai yang memuat 9 (sembilan) nilai, yaitu kemerdekaan, keadilan, kebenaran, kejujuran, kerakyatan, persamaan, kesederhanaan, keseimbangan, dan persaudaraan. • Tulisan nama Partai dan singkatannya bermakna identitas diri partai yang berfungsi sebagai sarana perjuangan aspirasi politik rakyat Indonesia yang memiliki kehendak menciptakan tatanan kehidupan bangsa yang demokratis; • Bingkai segi empat dengan garis ganda yang sejajar bermakna garis perjuangan Partai yang menempatkan orientasi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, lahir dan batin, secara sejajar. 2. Arti warna adalah sebagai berikut : • Putih, bermakna kesucian, ketulusan dan kebenaran yang menjadi etos perjuangan partai; • Hijau, bermakna kemakmuran lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi tujuan perjuangan Partai; • Kuning, bermakna kebangkitan Bangsa yang menjadi nuansa pembaharuan dan berpijak pada kemaslahatan umat manusia.
Pasca wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), nafas islah (rekonsilisasi) menghembus kencang di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Disamping kedua kubu yang bertikai selama ini, Cak Imin dan Yeni Wahid, saling beri’tikad baik untuk menjaga keutuhan PKB, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH Muchith Muzadi (Mbah Muchith) juga memberikan dorongan kuat agar partai berlambang dunia bertali jagat ini semakin solid untuk menyongsong perjuangan di masa depan yang lebih kokoh. Gus Mus dan Mbah Muchith merupakan dua dari lima deklarator PKB yang masih hidup sekarang. Sedangkan ketiga deklarator lain sudah meninggal, yakni KH Munasir Ali, KH Ilyas Ruhiyat, dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Bahkan kedua deklarator tersisa tersebut telah membuat surat untuk PKB pada 4 Januari 2010 yang ditulis Gus Mus dalam bahasa Arab pegon (bahasa Jawa-Indonesia dalam huruf Arab). Isi surat itu adalah mengingatkan kembali warga Nahdliyyin akan nasehat KH Hasyim Asy’ari yang selalu menekankan persatuan dan kekompakan. Persatuan yang selalu digelorakan Mbah Hasyim harus selalu dipegang warga Nahdliyyin dan warga PKB, jangan sampai terjerembab dalam kubangan konflik yang merusak dan menghancurkan. Karena itulah, kedua ulama’ ini mengharapkan adanya islah (rekonsiliasi) dengan mengesampingkan ambisi dan kepentingan kelompok yang sesaat. Semangat islah yang ditiupkan dua deklarator PKB yang masih hidup ini menjadi monument penting bagi fungsionaris PKB dalam menata kembali partai yang sempat tercabik-cabik dari beragam konflik yang terus menerpa tak kunjung henti. Terlepas dari sifat kontroversial yang melekat dalam dirinya, Gus Dur pastilah bukan menginginkan lahirnya konflik yang justru membuat PKB semakin keropos dan kerdil. Gus Dur sebagai motor utama penggerak PKB berijtihad untuk menciptakan kader-kader muda militan yang kelak ketika beliau wafat seperti sekarang, PKB bisa dilanjutkan oleh generasi ideologisnya dalam memperjuangkan visi-misi PKB yang telah dirumuskan para pendiri.
Terbukti, jasa Gus Dur dalam membina politisi muda berkarakter telah melahirkan beragam bentuk anak muda PKB yang kritis dan progresif dalam menggerakkan roda partai. Di tengah berbagai terpaan konflik saja, anak muda ini tetap mampu membawa PKB dalam gerak politik yang penuh telikungan. Ini bukti bahwa pasca wafatnya Gus Dur, kader-kader PKB justru menemukan harapan besar untuk merealisasikan ide-ide besar Gus Dur dalam memperjuangkan harkat dan martabat bangsa Indonesia . Kader-kader muda PKB bisa menjadi lokomotif gerakan politik yang secara radikal melakukan perubahan besar bagi Indonesia di masa depan. Barangkali inilah tanggungjawab besar Gus Mus dan Mbah Muchid beserja jajaran DPP PKB untuk memberdayakan potensi besar anak muda didikan Gus Dur menjadi kader PKB masa depan. Gus Mus dan Mbah Muchith harus mempunyai andil besar dalam menggerakkan kembali kesolidan PKB dalam menatap masa depan. Makanya tepat sekali, surat islah yang ditandatangani keduanya merupakan bentuk tanggungjawab besar dalam menjaga keutuhan PKB. Kedua ulama’ khamismatik ini mempunyai kekuatan yang lumayan besar dihadapan kedua kubu yang bertikai, sehingga memungkinkan keduanya bisa melakukan gerak rekonsilisasi lebih cepat, sehingga konflik yang berlarut tidak mengorbankan konstituen PKB.
Pasca wafatnya Gus Dur, posisi politik kubu Cak Imin memang berada lebih unggul dibanding kubu Yeni Wahid. Selain Cak Imin merapat dengan kekuasaan, kader Cak Imin juga telah menguasai berbagai DPW PKB di berbagai wilayah di Indonesia . PKB versi Cak Imin masih bermesraan dengan kekuasaan, sehingga mendapatkan berbagai kemudahan lobi politik dalam menggerakan roda partai di berbagai daerah. Sementara versi Yeni Wahid yang bertolak dengan patron Gus Dur, posisi politiknya jelas melemah. Walaupun demikian, Yeni Wahid mengkantongi basis konstituen yang tidak sedikit, yakni mereka yang sudah “cinta mati” demi Gus Dur.
Para pecinta Gus Dur ini melihat PKB Gus Dur sebagai thoriqoh politik yang sulit tergantikan, tak lain karena memantapkan seluruh gerak jiwanya terhadap Gus Dur. Cinta mereka atas PKB Gus Dur bukan sekedar pilihan politik, tetapi sudah merambah pilihan teologis. Mereka memang tipologi konstituen kaum tradisional yang menganggap Gus Dur bukanlah sekedar guru politik, tetapi sebagai “wali” politik yang total mereka ikuti seutuhnya. Kelebihan posisi konstituen Yeni Wahid inilah yang tidak dimiliki kubu Cak Imin.
Terpangkal dari plus-minus kedua kubu inilah, islah (rekonsilisasi) bagi PKB menjadi sangat krusial. Kalau kedua kubu masih berpijak pada kepentingan masing-masing, maka masa depan PKB akan semakin suram di masa depan. Partai kaum nahdliyyin bisa semakin terhempas dalam percaturan politik nasional, karena konflik elite PKB selalu melebar menjadi konflik horizontal para konstituen di lapisan paling bawah.
Lebih tragis lagi, konflik PKB juga membuat chaos yang merontokkan ikatan persaudaraan antar warga nahdliyyin. Resiko politik inilah yang harus disadari masing-masing kubu. Tetapi, melihat komitmen Gus Mus dan Mbah Muchith untuk merangkul kedua kubu, islah PKB bukanlah ide kosong. Islah PKB semakin mendekati nyata, sehingga elite PKB harus segera menyiapkan gerak bersama menyongsong gerakan politik yang lebih elegan di masa depan.
Islah PKB pasca Gus Dur ini harus memantapkan kembali “trisula” PKB, agar PKB semakin solid dan bermutu. Trisula tersebut adalah mensinergikan tiga hal penting, yakni kohesifitas kultur, kualitas program, dan kualitas kepemimpinan partai. Kultur PKB yang berbasis nahdliyyin tidaklah menghalangi untuk membuat program partai yang visioner dan mampu mengoptimalkan basis potensi konstituen dan kadernya. Menggerakkan kultur dan program ini jelas harus dikomandoni pemimpin partai yang bisa mengakomodasi elit partai, sehingga sang pemimpin mampu membangun managemen yang professional dalam tubuh PKB, termasuk mampu menjaga keutuhan partai kalau terjadi lagi badai konflik. Pengalaman masa lalu menjadi modal penting PKB untuk tegak berdiri di masa depan.
*Analis Sosial, alumnus Pondok Pesantren Sunan Ampel Jombang
1. Cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur sejahtera lahir dan batin, bermartabat dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia, serta mampu mewujudkan suatu pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju tercapainya kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, keadilan sosial dan menjamin terpenuhinya hak asasi manusia serta ikut melaksanakan ketertiban dunia.
2. Bagi Partai Kebangkitan Bangsa, wujud dari bangsa yang dicitakan itu adalah masyarakat yang terjamin hak asasi kemanusiaannya, yang mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan bersumber pada hati nurani (as-shidqu), dapat dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi (al-amanah wa al-wafa-u bi al-ahdli), bersikap dan bertindak adil dalam segala situasi (al-’adalah), tolong menolong dalam kebajikan (al-ta’awun) dan konsisten menjalankan ketentuan yang telah disepakati bersama (al-istiqomah) musyawarah dalam menyelesaikan persoalan sosial (al-syuro) yang menempatkan demokrasi sebagai pilar utamanya dan persamaan kedudukan setiap warga negara di depan hukum (al-musawa) adalah prinsip dasar yang harus selalu ditegakkan. Dalam mewujudkan apa yang selalu dicita-citakan tersebut, misi utama yang dijalankan Partai Kebangkitan Bangsa adalah tatanan masyarakat beradab yang sejahtera lahir dan batin, yang setiap warganya mampu mengejawantahkan nilai-nilai kemanusiaannya. Yang meliputi, terpeliharanya jiwa raga, terpenuhinya kemerdekaan, terpenuhinya hak-hak dasar manusia seperti pangan, sandang dan pangan, hak atas penghidupan/perlindungan pekerjaan, hak mendapatkan keselamatan dan bebas dari penganiayaan (hifdzu al-Nafs), terpeliharanya agama dan larangan adanya larangan adanya pemaksaan agama (hifdzu al-din), terpeliharanya akal dan jaminan atas kebebasan berekspresi serta berpendapat (hifdzu al-aql), terpeliharanya keturunan, jaminan atas perlindungan masa depan generasi penerus (hifdzu al-nasl) dan terpeliharanya harta benda (hifdzu al-mal). Misi ini ditempuh dengan pendekatan amar ma’ruf nahi munkar yakni menyerukan kebajikan serta mencegah segala kemungkinan dan kenyataan yang mengandung kemunkaran.
3. Penjabaran dari misi yang diemban guna mencapai terwujudnya masyarakat yang dicitakan tersebut tidak bisa tidak harus dicapai melalui keterlibatan penetapan kebijakan publik. Jalur kekuasaan menjadi amat penting ditempuh dalam proses mempengaruhi pembuatan kebijakan publik melalui perjuangan pemberdayaan kepada masyarakat lemah, terpinggirkan dan tertindas, memberikan rasa aman, tentram dan terlindungi terhadap kelompok masyarakat minoritas dan membongkar sitem politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya yang memasung kedaulatan rakyat. Bagi Partai Kebangkitan Bangsa, upaya mengartikulasikan garis perjuangan politiknya dalam jalur kekuasaan menjadi hal yang niscaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. Partai Kebangkitan Bangsa sadar dan yakin bahwa kekuasaan itu sejatinya milik Tuhan Yang Maha Esa. Kekuasaan yang ada pada diri manusia merupakan titipan dan amanat Tuhan yang dititipan kepada manusia yang oleh manusia hanya boleh diberikann pada pihak lain yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk mengemban dan memikulnya. Keahlian memegang amanat kekuasaan itu mensaratkan kemampuan menerapkan kejujuran, keadilan dan kejuangan yang senantiasa memihak kepada pemberi amanat.
5. Dalam kaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kekuasaan yang bersifat demikian itu harus dapat dikelola dengan sebaik-baiknya dalam rangka menegakkan nilai-nilai agama yang mampu menebarkan rahmat, kedamaian dan kemaslahatan bagi semesta. Mafestasi kekuasaan itu harus dipergunakan untuk memperjuangkan pemberdayaan rakyat agar mampu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan lebih maslahat. Partai Kebangkitan Bangsa berketetapan bahwa kekuasaan yang hakekatnya adalah amanat itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan dapat dikontrol pengelolaannya oleh rakyat. Kontrol terhadap kekuasaan itu hanya mungkin dilakukan manakala kekuasaan itu tidak tak terbatas dan tidak memusat disatu tangan, serta berada pada mekanisme sistem yang institusionalistik, bukan bertumpu pada kekuasaan induvidualistik, harus selalu dibuka ruang untuk melakukan kompetisi kekuasaan dengan perimbangan kekuasaan sebagai arena mengasah ide-ide perbaikan kualitas bangsa dalam arti yang sesungguhnya. Pemahaman atas hal ini tidak hanya berlaku saat memandang kekuasaan dalam tatanan kenegaraan, melainkan juga harus terefleksikan dalam tubuh internal partai.
6. Partai Kebangkitan Bangsa menyadari bahwa sebagai suatu bangsa pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dam ras, tatanan kehidupan bangsa Indonesia harus senantiasa berpijak pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dal permusyawaratan/perwakilan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut haruslah dijiwai dengan sikap mengembangkan hubungan tali persaudaraan antar sesama yang terikat dengan ikatan keagamaan (ukhuwah diniyah), kebangsaan (ukhuwah wathoniyah), dan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah), dengan selalu menjunjung tinggi semangat akomodatif, koperatif dan integratif, tanpa harus saling dipertentangkan antara sesuatu dengan yang lainnya.
7. Partai Kebangkitan Bangsa bercirikan humanisme religius (insaniyah diniyah), amat peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan yang agamis, yang berwawasan kebangsaan. Menjaga dan melestarikan tradisi yang baik serta mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik untuk ditradisikan menjadi corak perjuangan yang ditempuh dengan cara-cara yang santun dan akhlak karimah. Partai adalah ladang persemaian untul mewujudkan masyarakat beradab yang dicitakan, serta menjadi sarana dan wahana sekaligus sebagai wadah kaderisasi kepemimpinan bangsa. Partai dalam posisi ini berkehendak untuk menyerap, menampung, merumuskan, menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi rakyat guna menegakkan hak-hak rakyat dan menjamin pelaksanaan ketatanegaraan yang jujur, adil dan demokratis.
8. Partai Kebangkitan Bangsa adalah partai terbuka dalam pengertian lintas agama, suku, ras, dan lintas golongan yang dimanifestasikan dalam bentuk visi, misi, program perjuangan, keanggotaan dan kepemimpinan. Partai Kebangkitan Bangsa bersifat independen dalam pengertian menolak segala bentuk kekuasaan dari pihak manapun yang bertentangan dengan tujuan didirikannya partai.
Bahwa cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur, serta untuk mewujudkan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bahwa wujud dari bangsa yang dicita-citakan itu adalah masyarakat beradab dan sejahtera, yang mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan yang bersumber dari hati nurani; bisa dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan masalah sosial yang bertumpu pada kekuatan sendiri; bersikap dan bertindak adil dalam segala situasi; tolong menolong dalam kebajikan; serta konsisten menjalankan garis/ketentuan yang telah disepakati bersama.
Bahwa dalam kurun tiga dasawarsa terakhir ini, perjuangan bangsa mencapai cita-cita tersebut terasa semakin jauh dari yang diharapkan. Pembangunan politik, ekonomi, sosial dan budaya telah mengabaikan faktor rakyat sebagai pemegang kedaulatan, pengingkaran terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip tersebut telah melahirkan praktik kekuasaan tidak terbatas dan tidak terkendali, yang mengakibatkan kesengsaraan rakyat.
Bahwa untuk mewujudkan nilai-nilai dan prinsip tersebut serta mencegah terulangnya kesalahan serupa di masa mendatang, diperlukan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Di dalam tatanan kehidupan yang demokratis itu warga Jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari bangsa Indonesia bertekad untuk bersama komponen bangsa lain mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, berakhlak mulia dan bermartabat melalui suatu wadah partai politik.
Maka dengan memohon rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah Allah Swt, serta didorong oleh semangat keagamaan, kebangsaan dan demokrasi, kami warga Jam’iyah Nahdlatul Ulama dengan ini menyatakan berdirinya partai politik yang bersifat kejuangan, kebangsaan, terbuka dan demokratis yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa.
Jakarta, 29 R. Awwal 1419 H/23 Juli 1998 M
Para Deklarator
MUNASIR ALI
ILYAS RUCHIYAT
ABDURRAHMAN WAHID
A. MUSTOFA BISRI
A. MUHITH MUZADI
Bahwa cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur, serta untuk mewujudkan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bahwa wujud dari bangsa yang dicita-citakan itu adalah masyarakat beradab dan sejahtera, yang mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan yang bersumber dari hati nurani, bisa dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan masalah sosial yang bertumpu pada kekuatan sendiri, bersikap dan bertindak adil dalam segala situasi, tolong menolong dalam kebajikan, serta konsisten menjalankan garis/ ketentuan yang telah disepakati bersama.
Bahwa perwujudan dari cita-cita kemerdekaan tersebut menghendaki tegaknya demokrasi yang menjamin terciptanya tatanan kenegaraan yang adil serta pemerintahan yang bersih dan terpercaya, terjaminnya hak-hak asasi manusia, dan lestarinya lingkungan hidup bagi peningkatan harkat dan martabat bangsa Indonesia yang diridlai Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya wahana perjuangan yang kuat, mampu menyalurkan aspirasi dan menyatukan seluruh potensi bangsa yang majemuk, serta terlibat aktif dalam penyelenggaraan negara dengan berakhlaqul karimah.
Maka dengan memohon rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah Allah Subhanahu wa Ta'ala, didirikanlah PARTAI KEBANGKITAN BANGSA yang bersifat kebangsaan, demokratis dan terbuka, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut : BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKANPasal 1 Partai ini bernama Partai Kebangkitan Bangsa, disingkat PKB; Partai Kebangkitan Bangsa didirikan di Jakarta pada tanggal 29 Rabi'ul Awal 1419 Hijriyah / 23 Juli 1998 Masehi untuk waktu yang tidak terbatas; Pengurus Partai tingkat pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. BAB II KEDAULATANPasal 2 Kedaulatan Partai berada di tangan anggota yang pelaksanaannya tercermin sepenuhnya di dalam Muktamar. BAB III ASAS DAN PRINSIP PERJUANGANPasal 3 Partai berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indondesia.
Pasal 4 Prinsip perjuangan Partai adalah pengabdian kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran, menegakkan keadilan, menjaga persatuan, menumbuhkan persaudaraan dan kebersamaan sesuai dengan nilai-nilai Islam Ahlusunnah Waljama'ah. BAB IV SIFAT DAN FUNGSIPasal 5 Partai bersifat kebangsaan, demokratis dan terbuka.
Pasal 6 Partai berfungsi: (a) Sebagai wadah berhimpun bagi setiap warga negara Indonesia dengan tanpa membedakan asal-usul, keturunan, suku, golongan, agama dan profesi; (b) Sebagai salah satu wadah untuk meningkatkan pendidikan, hak sipil dan partisipasi politik; (c) Sebagai saluran aspirasi politik rakyat bagi terwujudnya hak-hak sipil dan politik rakyat; (d) Sebagai sarana artikulasi dan agregasi kepentingan-kepentingan rakyat di dalam lembaga-lembaga dan proses-proses politik. (e) Sebagai sarana mempersiapkan, memunculkan dan melahirkan pemimpin politik, bangsa dan negara. BAB V TUJUAN DAN USAHAPasal 7 Partai bertujuan: (a) Mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dituangakn dalam Pembukaan Undang- undang Dasar 1945; (b) Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara lahir dan batin, material dan spiritual; (c) Mewujudkan tatanan politik nasional yang demokratis, terbuka, bersih dan berakhlakul karimah.
Pasal 8 Untuk mencapai tujuannya, Partai melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
Bidang Agama: meningkatatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
Bidang Politik: mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Menegakkan kedaulatan rakyat; mewujudkan pemerintahan yang demokratis, bersih dan terpercaya; melaksanakan pembangunan nasional untuk kemakmuran rakyat; melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif serta mengembangkan kerjasama luar negeri untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera;
Bidang Ekonomi: menegakkan dan mengembangkan kehidupan ekonomi kerakyatan yang adil dan demokratis;
Bidang Hukum: berusaha menegakkan dan mengembangkan negara hukum yang beradab, mampu mengayomi seluruh rakyat, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, dan berkeadilan sosial;
Bidang Sosial Budaya: berusaha membangun budaya yang maju dan modern dengan tetap memelihara jatidiri bangsa yang baik demi meningkatkan harkat dan martabat bangsa; Bidang Pendidikan: berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berakhlak mulia, mandiri, terampil, profesional dan kritis terhadap lingkungan sosial di sekitarnya; mengusahakan terwujudnya sistem pendidikan nasional yang berorientasi kerakyatan, murah dan berkesinambungan;
Bidang Pertahanan: membangun kesadaran setiap warga negara terhadap kewajiban untuk turut serta dalam usaha pertahanan negara; mendorong terwujudnya swabela masyarakat terhadap perlakuan-perlakuan yang menimbulkan rasa tidak aman, baik yang datang dari pribadi-pribadi maupun institusi tertentu dalam masyarakat. BAB VI LAMBANG Pasal 9 Lambang Partai terdiri dari bola dunia yang dikelilingi sembilan bintang dengan tulisan nama partai pada bagian bawah, dengan bingkai dalam empat persegi bergaris ganda, dan tulisan PKB dibawahnya yang diberi bingkai luar dengan garis tunggal.
BAB VII KEANGGOTAANPasal 10 Setiap warga negara Indonesia yang telah memenuhi ketentuan tentang keanggotaan serta menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat diterima menjadi anggota Partai.
Pasal 11 Ketentuan mengenai keanggotaan serta hak dan kewajibannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. BAB VIII STRUKTUR ORGANISASI DAN KELENGKAPAN SERTA PERANGKAT PARTAIPasal 12 (1) Struktur Organisasi Partai terdiri dari: a. Organisasi Tingkat Pusat, dipimpin oleh Dewan Pengurus Pusat, disingkat DPP; b. Organisasi Daerah Propinsi, dipimpin oleh Dewan Pengurus Wilayah, disingkat DPW; c. Organisasi Daerah Kabupaten/Kota, dipimpin oleh Dewan Pengurus Cabang, disingkat DPC; d. Organisasi Tingkat Kecamatan, dipimpin oleh Dewan Pengurus Anak Cabang, disingkat DPAC; e. Organisasi Tingkat Desa/ Kelurahan atau yang setingkat, dipimpin oleh Dewan Pengurus Ranting, disingkat DPRt; f. Organisasi Tingkat Dusun/ Lingkungan/ Kawasan Pemukiman, dipimpin oleh Dewan Pengurus Anak Ranting, disingkat DPARt; (2) Untuk Perwakilan Partai di luar negeri, dapat dibentuk struktur organisasi Partai setingkat Dewan Pengurus Cabang, yaitu Dewan Pengurus Cabang Perwakilan, disingkat DPCP.
Pasal 13 Kelengkapan Partai terdiri dari: a. Kelengkapan Partai di tingkat Pusat disebut Departemen; b. Kelengkapan Partai di Daerah Propinsi disebut Biro; c. Kelengkapan Partai di Daerah Kabupaten/ Kota disebut Divisi; d. Kelengkapan Partai di tingkat Kecamatan dan Desa/ Kelurahan disebut Seksi;
Pasal 14 Perangkat Partai terdiri dari Lembaga, Badan Otonom dan Fraksi.
Pasal 15 Ketentuan mengenai Struktur Organisasi, Kelengkapan, dan Perangkat Partai diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. BAB IX SUSUNAN KEPENGURUSAN PARTAI Pasal 16 Susunan Kepengurusan Partai pada masing-masing tingkatan organisasi Partai sebagaimana dimaksud pada pasal 12 Anggaran Dasar ini terdiri dari: Dewan Syura; Dewan Tanfidz.
Pasal 17 (1) Dewan Syura Dewan Pengurus Pusat (DPP) adalah pimpinan tertinggi Partai yang membuat dan menetapkan pedoman umum kebijakan utama Partai; (2) Dewan Syura Dewan Pengurus Wilayah (DPW) sampai Dewan Pengurus Anak Ranting (DPARt) adalah pimpinan tertinggi Partai yang menjadi rujukan utama atas pedoman umum kebijakan-kebijakan utama Partai pada tingkatannya; (3) Dewan Tanfidz adalah pimpinan eksekutif Partai yang membuat dan menjalankan kebijakan-kebijakan strategis Partai.
Pasal 18 Ketentuan mengenai kedudukan, tugas serta wewenang Dewan Syura dan Dewan Tanfidz diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB X PERMUSYAWARATAN
Pasal 19 (1) Jenis-jenis permusyawaratan Partai meliputi: a. Muktamar b. Muktamar Luar Biasa c. Musyawarah Kerja Nasional d. Musyawarah Pimpinan Nasional e. Musyawarah Wilayah f. Musyawarah Wilayah Luar Biasa g. Musyawarah Kerja Wilayah h. Musyawarah Pimpinan Wilayah i. Musyawarah Cabang j. Musyawarah Cabang Luar Biasa k. Musyawarah Kerja Cabang l. Musyawarah Pimpinan Cabang m. Musyawarah Anak Cabang n. Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa o. Musyawarah Kerja Anak Cabang p. Musyawarah Ranting q. Musyawarah Ranting Luar Biasa r. Musyawarah Kerja Ranting s. Musyawarah Anak Ranting t. Musyawarah Anak Ranting Luar Biasa u. Musyawarah Kerja Anak Ranting (2) Ketentuan mengenai masing-masing jenis permusyawaratan Partai diatur dalam Anggaran Rumah Tangga BAB XI PENGAMBILAN PUTUSAN Pasal 20 (1) Pengambilan putusan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Dalam hal tidak dapat dicapai mufakat, putusan diambil berdasarkan suara terbanyak. BAB XII KEUANGAN DAN KEKAYAAN PARTAIPasal 21 Keuangan dan kekayaan Partai diperoleh dari: a. Iuran anggota; b. Usaha-usaha lain yang dilakukan oleh Partai; c. Sumbangan yang halal dan tidak mengikat; d. Peralihan hak untuk dan atas nama Partai. BAB XIII PEMBUBARANPasal 22 (1) Partai hanya dapat dibubarkan oleh Muktamar yang diselenggarakan khusus untuk itu. (2) Muktamar tersebut dalam ayat (1) pasal ini dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Dewan Pengurus Wilayah dan dua pertiga dari jumlah Dewan Pengurus Cabang dan keputusan yang dihasilkan itu dinyatakan sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya dua pertiga suara yang hadir dalam Muktamar. (3) Apabila terjadi pembubaran Partai, maka segala hak milik Partai diserahkan kepada organisasi sosial kemasyarakatan yang sehaluan dan ditetapkan oleh Muktamar. BAB XIV HIERARKHI TATA URUTAN ATURAN PARTAIPasal 23 Tata Urutan Aturan Partai terdiri dari : a. Mabda’ Siyasi. b. Anggaran Dasar. c. Anggaran Rumah Tangga d. Peraturan Partai e. Keputusan Partai BAB XV ATURAN PERALIHANPasal 24 Untuk pertama kalinya, Dewan Pengurus Pusat dibentuk oleh Deklarator, Dewan Pengurus Wilayah dibentuk oleh TIm Wilayah, Dewan Pengurus Cabang dibentuk oleh Tim Cabang, Dewan Pengurus Anak Cabang dibentuk oleh Dewan Pengurus Cabang dan Dewan Pengurus Ranting dibentuk oleh Pengurus Anak Cabang .
Pasal 25 Agar terbentuk kepengurusan yang definitif dan aspiratif, Dewan Pengurus Pusat harus mengadakan Muktamar dalam tempo satu tahun sejak dideklarasikannya Partai, demikian pula Dewan Pengurus Wilayah, Dewan Pengurus Cabang, Dewan Pengurus Anak Cabang dan Dewan Pengurus Ranting berkewajiban menyelenggarakan permusyawaratan sesuai tingkatan masing-masing.
Pasal 26 Untuk pertama kalinya Anggaran Dasar Partai mulai berlaku sejak tanggal dideklarasikannya Partai. BAB XV KETENTUAN PENUTUPPasal 27 (1) Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Dasar ini, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga; (2) Anggaran Dasar ini hanya dapat dirubah oleh Muktamar; (3) Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.